
KUDUS -
Mendengar kata coro pasti terpikir sesosok hewan purba yang mengerikan, jorok
dan bisa terbang kemana-mana. I
hate it (coro), for sure. Tapi bukan itu, dan sama sekali tidak ada
hubungannya dengan mahluk tersebut. Pelafalan “CORO” dalam minuman tersebut
sebenarya adalah “CARA” dalam bahasa jawa, bukan CORO alias kecoak. Jadi
penulisan yang benar adalah “Wedang Cara” dengan makna filosofi sebuah minuman
yang disajikan dengan cara khusus.
Tidak seperti minuman sejenisnya,
sebut saja Bir Pletok, Wedang Ronde atau Wedang Uwuh, minuman tradisional ini
tidak begitu familiar untuk sebagian besar orang. ‘Wedang Coro’ adalah
minuman hangat yang sangat khas di Kabupaten Pati. Saya sering ketemu ini
minuman tapi nggak tahu namanya, meski orang-orang Pati sangat akrab
dengan minuman yang wajib diminum saat musim hujan. dulu waktu kecil saya
sering minum wedang ini tapi tanpa santan, rasanya legit anget anget gimana
gitu. aromanya khas cengkeh dan jahe. Anget.
Sekilas namanya mirip dengan nama
minuman dari Kota Jepara yaitu Adon-adon Coro alih-alih mirip, kedua
minuman ini sama sekali tidak ada persamaannya, bahkan berbeda sekali bahannya,
bentuknya apalagi rasanya. Wedang Coro adalah minuman disajikan dengan
santan/tidak di dalam gelas. Bahan wedang coro ini adalah air, santan
kelapa, gula pasir, serai yang dimemarkan, kayu secang, jahe yang dimemarkan
dan biji cengkeh. Sedangkan Adon-adon Coro dibuat dengan mencampurkan wedang
jahe, Gula aren, Santan, kayu manis, lengkuas, merica bubuk dan Jamu *biasanya
komposisi jamunya sama dengan jamu tolak angin. Minuman yang warnanya seperti
kuah kolak ini disajikan dengan potongan kelapa yang dibakar dalam mangkok.
Belum selesai masalah coro-coroan di
Pati dan Jepara, Di kota tetangga juga ada wedang coro, yang juga sama diakui
sebagai wedang khas kota setempat, Kudus. Tapi yang ini lebih berbeda lagi.
Wedang coro Kudus terbuat dari jahe, gula aren, gaul (irisan kelapa yang
digoreng), merica, cengkeh, sereh, tepung beras, dan garam. Minuman itu berwana
krem, lebih kental seperti bubur, dan rasanya perpaduan manis, sedikit pedas,
dan gurih. Sepertinya malah mirip kombinasi keduanya. Bisa jadi tiga minuman
ini sebenarnya punya leluhur yang sama, lalu seiring berjalannya waktu mereka
berubah karena kekayaan alam yang ada dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Adaptasi.
tepunge ganti santen kentel
BalasHapus